Wednesday, April 15, 2009

Tantangan Penerapan Kurikulum Berbasis Kompetensi


Oleh Abdullah Yazid

MODEL kurikulum pendidikan di Indonesia hari ini masih belum bisa dilepaskan dari keterlibatan peran pengajar secara penuh.
Sejak TK hingga perguruan tinggi para siswa terbiasa duduk mendengarkan guru berceramah. Jika ada yang bertanya, maka si murid dianggap bodoh atau malah ditertawakan. Tanpa disadari, tradisi proses belajar-mengajar seperti ini lambat-laun sudah mendarah daging.

Pengajar merupakan faktor terpenting dalam menentukan sistem atau metode pengajaran terhadap anak didiknya. Mereka berperan membentuk sikap-sikap kritis sebagai pembentukan citra diri anak didik. Selama ini sistem pengajaran di Indonesia tetap masih dianggap konvensional, meski era globalisasi sudah membius gaya hidup pendidikan kita. Watak dan pola pikir peserta didik masih bersifat tradisional. Di sinilah dibutuhkan kesadaran para dosen untuk menjadikan proses pembelajaran sebagai ruang eksplorasi bersama dalam membentuk sistem belajar yang terpadu.

Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) sebagai acuan kurikulum baru baik di sekolah dasar, menengah, bahkan perguruan tinggi memberi ruang bagi dosen dan mahasiswa untuk bereksplorasi bersama dalam proses pembelajaran. Bahkan KBK menyaratkan bahwa proses pembelajaran harus berpusat pada mahasiswa. Proses pembelajaran harus memberi kesempatan dan ruang yang lebih besar bagi mahasiswa untuk bereksplorasi, mengalami, menemukan, dan juga menguji pemahaman sendiri dengan terus-menerus bertanya dan mempertanyakan apa yang dipelajari.

Konsep KBK yang demikian kiranya dapat bersinergi dengan pendidikan serba-bertanya yang pernah digagas oleh Romo Mangun pada sekitar tahun 1970-an. Pendidikan serba bertanya adalah proses pendidikan yang mendorong siswa untuk selalu bertanya dan mempertanyakan banyak hal yang menggelitik penemuan dan pemikiran baru. Semangat bertanya dan mempertanyakan akan mendorong mahasiwa untuk membuka cakrawala. Ironisnya, walaupun tradisi di kampus dan di sana-sini telah mengalami perubahan, tetapi sistem bertanya pada dosen sebagian masih menjadi bumerang.

Maka dari itu, sudah selayaknya pendidikan pada tingkatan perguruan tinggi harus diterapkan KBK secara utuh. Sebab ini pintu pertama dalam menumbuhkan sikap kritis pada diri mahasiswa, serta tidak hanya sekadar dijadikan percontohan.
Oleh karena itu, spirit pendidikan serba bertanya akan dapat mengembangkan sikap kritis, membangun kepercayaan diri, menumbuhkan sikap menghargai diri dan memiliki kemandirian berpikir. Begitulah gambaran kecil kondisi mahasiswa Indonesia yang pada umumnya setara dengan polemik sistem pendidikan.

Seyogianya ada beberapa kampus yang harus mewakili penerapan KBK dari anjuran pemerintah. Dalam panduan KBK, dijelaskan bahwa kompetensi sebenarnya merupakan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Penjelasan tersebut menyiratkan apa yang dipikirkan dan dilakukan mahasiswa harus mencerminkan nilai-nilai dasar pengetahuan dan keterampilan dari apa yang didengar, dilihat, dan dipraktikkan baik dari dosen, buku panduan, buku perpustakaan, media cetak, media massa, laboratorium, maupun dari informasi-informasi lainnya.

Melalui KBK, setiap perguruan tinggi diharapkan memiliki kekhususan (center excellent) yang berbeda dengan perguruan tinggi lainnya. Sistem seperti itu seharusnya dapat diterapkan pada semua jenjang baik diploma yang mahasiswanya memang dididik sebagai pekerja atau jenjang sarjana di mana lulusannya diharapkan mampu menjadi analis keilmuan yang handal. Bagaimana pun juga, apa yang terjadi di era globalisasi menuntut kondisi yang lebih cepat dan sinergis dalam menghadapi persoalan-persoalan ekonomi, pendidikan, dan lain-lain.

Dalam beberapa hal pemerintah adalah pencetus KBK yang merupakan jawaban dari anggapan bahwa lulusan perguruan tinggi saat ini tidak memiliki keunggulan seperti apa yang diharapkan masyarakat. Dalam KBK, nantinya para lulusannya diharapkan juga memiliki kemampuan kepemimpinan, keterampilan, dan kreativitas yang mumpuni.
Permasalahannya, signifikansi KBK masih diragukan. Hal ini dikarenakan variabel-variabel yang berperan di dalamnya seperti: mahasiswa, institusi kampus, sarana dan prasarana ternyata masih semrawut dan jauh dari standar kelengkapan. Ambil contoh mahasiswa jurusan kedokteran dan pertanian yang mana lebih representatif untuk dipelajari dalam salah satu kelengkapan KBK, nyatanya belum siap untuk diterapkan. Terlepas dari peran serta variabel yang lain, ada beberapa hal yang mengindikasikan ketidaksiapan mahasiswa menerima KBK.

Pertama, perilaku belajar mahasiswa saat ini masih one way traffic (belajar satu arah). Mereka menganggap bahwa fungsi dosen yang seharusnya, yaitu sebagai information sharer dan merupakan ciri khas KBK sudah mulai berkurang. Implikasinya, ketika di luar bangku kuliah dan tidak ada tugas dari dosen, mahasiswa cenderung melakukan aktivitas yang tidak ada hubungannya dengan disiplin ilmu yang ditekuni. Mereka lebih senang main play station, ngrumpi, dan dugem. Akibatnya, mahasiswa kurang mampu berpikir dan bertindak kreatif karena masih menganggap dosen adalah segalanya.

Kedua, motivasi belajar ma-hasiswa sangat rendah. Mahasiswa hari ini malas membaca buku, kurang berminat bergabung atau membentuk forum-forum diskusi, kelompok-kelompok kajian, studi tentang disiplin ilmu tertentu, dan mengikuti seminar. Kebanyakan mahasiswa kita ternyata hanya bangga dengan label ke-mahasiswa-annya, dan lebih senang menyaksikan sinetron, drama, atau nonton konser. Ketiga, kreativitas dan inovasi mahasiswa di dalam dunia kampus juga rendah. Hal itu berbanding terbalik dengan esensi dari KBK sendiri yang mengharuskan lulusan memiliki skill dan kreativitas yang tinggi. Kreativitas tersebut baik di bidang organisasi kemahasiswaan maupun interaksi dengan masyarakat.

Memang tidaklah mudah mengubah suatu hal yang sudah menjadi tradisi, terutama di dunia pendidikan. Dibutuhkan kerja keras dan kebersamaan dari semua pihak yang berkepentingan agar pelaksanaan KBK sesuai dengan yang di harapkan. Bila ingin dunia pendidikan lebih maju maka sistem mekanisme KBK harus segera dibenahi dan sektor dana subsidi pendidikan dari pemerintah harus dinaikkan untuk menunjang sistem pendidikan yang terpadu.

Penulis adalah Pemerhati Pendidikan FKIP Universitas Islam Malang.

Sumber :
http://www.sinarharapan.co.id/berita/0502/12/opi02.html
15 April 2009

Sumber Gambar:
http://www.captureasia-network.com/wp-content/uploads/2009/01/uji-kompetensi.jpg

No comments:

Post a Comment