Wednesday, April 15, 2009

Mismatch PT dalam Perspektif Global


Oleh : Sutrisno, Guru Besar FKIP Universitas Jambi

Mismatch (kekurangcocokan) antara lulusan lembaga pendidikan dan pengguna pendidikan disorot Presidan Susilo Bambang Yudhoyono (Kompas, 8/2/2008). Bertambahnya jumlah pengangguran terdidik setiap tahun sebagai indikatornya.
Untuk itulah, dia menginstruksikan kepada Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) perumusan kembali pendidikan hingga tertuang dalam buku biru (blue print). Pentingnya sinkronisasi antara kebijakan pendidikan, kualitas lulusan dan dunia kerja agar ketimpangan dapat dikurangi adalah suatu tuntutan. Kendatipun Winarno Surachmad menggarisbawahi isu mismatch pendidikan kita merupakan isu lama (Kompas, 9/2/2008).

Kebijakan pendidikan vs realitas PT

Dalam ranah kebijakan, Dikti telah meluncurkan kebijakan paradigma baru pendidikan tinggi (PT), Higher Education Long Term Strategy (HELTS (2003-2010). Amanat yang harus dijalankan para pengelola PT adalah mengelola secara transparan, akuntabel, dan akreditasi, dan melakukan evaluasi diri berbasis data dilaksanakan secara konsisten. Sebagai upaya menumbuhkan PT yang otonom, organisasi yang sehat dan memiliki daya saing dalam tataran global.

Namun dalam realitas, tuntutan eksternal dalam konteks pendidikan global yang dipengaruhi dinamika masyarakat yang kompetitif terkait dengan aspek ekonomi, politik, budaya, dan ketenagaan masih dijumpai berbagai kendala. Misalnya, sebagian besar PT lulusannya belum gayut dengan dunia kerja.

Sejatinya, implementasi paradigma baru PT dihadapkan beberapa kendala dasar untuk diseriusi. Pertama, dalam membangun kapasitas institusi (capacity building) dan peranti kelembagaannya masih dimaknai sebatas dokumen belaka. Misalnya, rencana strategis PT belum terjabarkan dengan baik dan terukur. Semestinya renstra tersusun bersifat implementatif, terukur, dan perencanaan kerjanya berbasis outcome. Perubahan mindset dalam bentuk tata kelola baru para pengelola PT dan para dosen masih belum seiring dengan konsep penjaminan mutu PT. Dampak yang harus ditanggung PT adalah stagnannya dalam membangun institusi yang sehat.

Kedua, perubahan kurikulum program studi, Kepmendiknas No 232/2001 tentang kurikulum berbasis kompetensi (KBK) hanya dimaknai sebatas perubahan tukar baju, belum sepenuhnya mereformasi secara substansial, merumuskan visi, misi, penetapan profil lulusan, kompetensi utama maupun pendukung yang dituangkan dalam unit-unit kompetensi. Bahkan, paradigma pembelajarannya pun belum berubah, pergeseran pola pengajaran menjadi pembelajaran terfokus kepada mahasiswa belum sepenuhnya dipahami dosen.

Kondisi itu diperparah reformasi (KBK) PT tersosialisasi berjalan sangat lamban. Padahal, target Dikti pada 2010, KBK telah dilaksanakan PT tanpa kecuali. Kelambanan transformasi kurikulum diisyaratkan sebagian PT belum memiliki lembaga pusat sumber belajar sebagai dapur restrukturisasi kurikulum institusi yang melibatkan faktor eksternal PT, industrial need, society need, stake holders dan pasar kerja.

Ketiga, penelitian kompetitif yang diluncurkan Direktorat Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat (DP2M) Dikti dalam berbagai model belum sepenuhnya menyentuh academic atmosphere di PT. Paradigma penelitian yang bersifat kompetitif itu belum sepenuhnya dipahami dosen akibatnya berdampak kepada rendahnya dosen untuk menelurkan penelitian yang bersifat akademik, diterbitkan dalam jurnal ilmiah, aplikatif yang bernilai ekonomis, pada gilirannya dapat dimanfaatkan masyarakat luas. Bahkan, dengan dikeluarkan SK Ditjen Dikti, bahwa penelitian dosen muda dan kajian perempuan dihentikan mulai 2008 dengan dalih sudah tidak relevan lagi, patut ditinjau ulang. Realitas menunjukkan mayoritas dosen kita masih dikategorikan peneliti pemula. Bahkan, produktivitas para guru besar dan doktor pun dalam penelitian masih dipertanyakan. Kesibukan sebagai pengajar baik di kelas reguler, nonreguler, pascasarjana (Sabtu-Minggu) yang tak ubahnya sebagai lembaga kursus terus berlangsung.

Keempat, penerapan good university governance (GUG) dalam menata organisasi yang sehat belum menyentuh akar persoalan internal PT. Delapan standar pelayanan pendidikan yang diamanatkan UU Sisdiknas mestinya ditindaklanjuti melalui perbaikan input mahasiswa, menggabungkan efisiensi dan efektivitas proses penyelenggaraan pendidikan dalam sebuah sistem. Penataan manajemen yang ramping sesuai dengan kebutuhan, menumbuhkan pembelajaran kondusif, menciptakan suasana akademik yang sehat dan kompetitif serta pemenuhan daya dukung sarana pembelajaran yang memadai merupakan suatu keharusan. Bahkan, PT kita sebagian besar belum terbangun sistem informasi manajemen yang integratif untuk menopang pangkalan data sebagai penunjang produktivitas dan perencanaan PT.

Lebih runyam lagi dengan perubahan pola dana block grant (PHK) yang semula berbasis pada program studi/jurusan untuk bermigrasi ke model hibah institusi yang membuat model pengelolaan sentralistis. Kendatipun kelemahan PHK berbasis program studi/jurusan masih dijumpai kurang koordinasi dengan tingkat fakultas dan universitas. Akan tetapi, PHK berbasis pada program studi memiliki keunggulan dalam konteks pemberdayaan jurusan sesuai amanat PP No 60 tentang Pengelolaan PT.

Kelima, pengembangan staf dosen belum terpetakan sesuai dengan kebutuhan bidang ilmu. Kebijakan pengembangan staf secara tambal sulam dan kurang matangnya dalam perencanaan menambah peliknya dalam pranata kelembagaan PT. Kendatipun, kita memaklumi, kondisi keuangan negara yang kurang memadai sebagai akar persoalannya.

Penjaminan mutu secara konsisten

Untuk menjawab sporadisme persoalan PT memaksa para pengelolanya untuk membangun komitmen dan menerapkan penjaminan mutu secara berkesinambungan. Tuntunan yang telah diberikan tentang sistem penjaminan mutu tidak terlepas dari keterkaitan antara model penjaminan mutu internal, eksternal dan pangkalan data. Pranata penjaminan mutu tidak terlepas dari suatu siklus, evaluasi diri, peningkatan kualitas serta rekomendasi untuk melakukan tindakan perbaikan dari standar mutu yang telah disepakati.

Sistem penjaminan mutu PT hendaknya membangun sinergisme antara penetapan mutu internal, eksternal untuk memenuhi atau melampaui standar nasional pendidikan (SNP) oleh PT. Merujuk pada amanat PP No 19 Tahun 2005 tentang SNP tidak luput dari suatu batasan yang mencakup standar isi, proses, kompetensi lulusan, pendidikan dan ketenagaan, sarana, pengelolaan, pembiayaan dan sistem penilaian yang instrumennya secara gamblang dan terukur.

Seyogianya, pengelola PT diberikan ruang untuk menetapkan standar internalnya. Paling tidak, pemangku kebijakan dapat merencanakan, melakukan, hingga mengevaluasi dalam hal penelitian dan publikasi, pengabdian kepada masyarakat; sistem informasi; kerja sama institusional dalam dan luar negeri; kemahasiswaan; suasana akademik; sumber pendanaan dan bidang lain yang relevan dengan ciri khas PT.

Tantangan global

Baru-baru ini Inggris telah meluncurkan buku putih PT, sebagai langkah antisipatif yang harus ditempuh PT dalam menghadapi persaingan dan tuntutan global. Tekanan eksternal memaksa PT meningkatkan proses pembelajaran dan melakukan penelitian yang berkualitas yang berimbas pada peningkatan mutu lulusan. PT hendaknya merupakan kunci pembaharuan dalam menumbuhkan budaya pembaruan, budaya korporasi dan persaingan secara sehat, secara gamblang diuraikan oleh Prof Roger King sebagai association of commonwealth universities.

Tantangan global bagi PT kita tidak luput dari persoalan penataan internal, efisiensi serta menumbuhkan relevansi lulusan dengan tuntutan kerja merupakan pekerjaan besar yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Membangun kemandirian PT dalam konteks daya saing merupakan suatu harapan bagi para pengelola PT.

Aneka tuntutan mendesak untuk direspons adalah bagaimana PT bisa eksis dengan pengaruh globalisasi ekonomi, politik, maupun perdagangan bebas serta sanggup sebagai pioner dalam pemberian pelayanan pendidikan terbaik bagi masyarakat. Kendatipun program privatisasi PT dan dampaknya terhadap masyarakat luas di negara-negara maju telah dilansir dalam Journal International Higher Education No 41 (2007), akankah para pengelola PT kita tetap bertahan menjalankan roda institusi tanpa standar mutu, kebijakan penjaminan mutu dan implementasinya secara memadai?

Pada akhirnya, perubahan baik secara gradual maupun radikal tidak akan banyak manfaatnya tanpa diimbangi konsistensi terhadap penjaminan mutunya demi sebuah tuntutan pendidikan yang berdaya saing.

Sumber :
http://www.media-indonesia.com/berita.asp?id=161265, 28 Feb 2008
15 April 2009

Sumber Gambar:
http://www.umass.edu/sbs/images/news/Global-Education.jpg

No comments:

Post a Comment